Senin, 23 Juni 2008

Floodway Dombo Sayung

FLOOD WAY DOMBO – SAYUNG


I. LATAR BELAKANG

Alur banjir Dombo – Sayung merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari sistim pengendalian banjir Dolok Penggaron secara keseluruhan. Sistim pengendalian ini merupakan sistim yang telah diterapkan sejak akhir abad ke 19 oleh pemerintah Belanda dimana sungai Banjir Kanal Timur yang pada saat itu merupakan batas timur dari wilayah kota Semarang. Fungsi Banjir Kanal Timur dalam sistim tersebut merupakan penampung dari msemua banjir yang datang dari hulu sungai Dolok dan Penggaron untuk kemudian melalui pintu di bendung Pucanggading dialirkan ke Laut Jawa.
Kenyataan - kenyataan ini mendasari pemikiran Proyek Induk Pengembanguan Wilayah Sungai Jratunseluna maupun Pemerintah Daerah dalam tahun 1991 untuk menerapkan konsep sistim pengendalian banjir Dolok – Penggaron dengan :
1. Mengatur dan mengontrol debit banjir dari sistem saluran sungai Babon.
2. Membuat alur banjir Dombo – Sayung dengan kapasitas 210 m3/detik sehingga bersamaan debit banjir sungai Penggaron sebesar 442 m3/detik (Q25) dapat dialirkan ke laut melalui sungai Babon dan alur banjir ini.
3. Menutup pintu banjir kanal Kebon Batur dan melebarkan sungai Dolok sehingga dapat menampung debit banjirnya sendiri. Kapasitas direncanakan sebesar 387 m3/detik (Q25).
4. Membuat saluran Kebon Batur Baru untuk melimpahkan kelebihan banjir dari sungai Penggaron ke sungai Dolok.
5. Membangun Waduk Dolok di hulu sungai Dolok yang berfungsi pula untuk penyediaan air minum kota Semarang sebesar 750 lt/detik. Dengan adanya waduk Dolok, kapasitas sungai Dolok yang direncanakan untuk banjir 25 tahunan akan meningkat menjadi 50 tahunan.

Alur banjir dombo – Sayung mendapat prioritas pertama untuk dilaksanakan dengan memanfaatkan sisa dana hibah Uni Eropa yang disediakan untuk membangun Bendung Dumpil di Kali Lusi Kabupaten Grobogan dan telah selesai dilaksanakan dalam tahun 1989. Pelaksanaan konstruksi alur banjir Dombo – Sayung telah dimulai bulan April 1999 dan direncanakan selesai seluruhnya pada akhir tahun 2002.

II. LOKASI

Alur banjir Dombo – Sayung berlokasi di sebelah timur kota Semarang, Kabupaten Demak Propinsi Jawa Tengah berawal di Bendung Pucanggading dan bermuara di Laut Jawa dengan panjang total 19,4 km


III. MANFAAT

Manfaat alur banjir Dombo – Sayung adalah :
1. Mengatur dan mengontrol debit banjir dari sistem saluran sungai Babon.
2. Mengurangi beban sungai Babon
3. Mengurangi masalah banjir di jalur Pantura khususnya jalur Semarang – Demak dengan pelebaran sungai Dolok yang saat ini hanya berkapasitas 5 m3/detik.
4. Mengurangi daerah rawan banjir di Kota Semarang dan Kabupaten Demak dari 8.300 ha menjadi 1.300 ha.
5. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat kota Semarang dan Kabupaten Demak.

IV. STUDI DAN PERENCANAAN

1. Studi dan perencanaan detail sistim pengendalian banjir Dolok Penggaron termasuk Studi AMDAL dilaksanakan dalam tahun 1989 sampai dengan 1992 oleh Konsultan DHV (Belanda) dengan dana hibah dari Uni Eropa.
2. Tenggang waktu antara selesainya perencanaan detail (1992) dan pelaksanaan alur banjir Dombo – Sayung (1999) mengakibatkan perencanaan detail tersebut perlu ditinjau kembali akibat adanya perubahan data besaran debit banjir, perubahan tata guna tanah dan kenaikan biaya. Peninjauan kembali rencana alur banjir Dombo – Sayung dilaksanakan oleh Konsultan BCEOM (Perancis) yang sekaligus pula menjadi konsultan supervisi dalam pelaksanaan pekerjaan phisik dengan dana hibah dari Uni Eropa.
3. Studi ulang rencana pelebaran sungai Dolok termasuk studi AMDAL, dilaksanakan oleh konsultan SMEC dengan dana dari Bank Dunia dalam tahun 1999.


V. PELAKSANAAN ALUR BANJIR DOMBO - SAYUNG

Besar/Sumber Dana
Hibah MEE
Th. 1999 s.d 2002 : Rp.20.527.175.703,00
APBN
Th. 2003 : Rp.28.956.638.465,00
Th. 2004 : Rp.15.253.178.000,00
Th. 2005 : Rp. 9.349.246.500,00

Minggu, 01 Juni 2008

Pengelolaan Banjir dan Rob di Kota Semarang


Pengelolaan Sistem Polder untuk Pengendalian Banjir di Kota Semarang

Kota Semarang dengan luas ± 360 km 2 dan penduduk sekitar 1,25 juta orang memiliki dua macam bentang alam, ke arah selatan merupakan perbukitan dan ke arah utara merupakan dataran pantai yang banyak mengalami gangguan lingkungan yang berupa genangan banjir atau rob. Dapat dikatakan bahwa selama ini kota Semarang belum memiliki konsep penanggulangan rob secara handal, sehingga banyak pemukiman yang terpaksa ditinggalkan oleh penghuninya.
Penelitian ini bertujuan untuk :
• Mengevaluasi daerah layanan sistem drainase untuk dipilih sebagai lokasi polder.
• Menetapkan / merumuskan lingkup manajemen / Model / Pola O&P sistem drainase perkotaan daerah polder.
• Mengevaluasi bentuk kelembagaan dan peraturan / perundangan pengelolaan polder.
• Mengevaluasi struktur pembiayaan untuk menentukan iuran O & P Sistem Polder.

Sasaran Jangka pendek adalah penyusunan usulan kepada pemkot Semarang mengenai pengelolaan sistem drainase perkotaan daerah polder berbasis swadaya masyarakat :
• Pemilihan Calon Lokasi Polder.
• Model Perencanaan O & P sistem polder yang rasional dan efektif.
• Rumusan bentuk organisasi berikut status dan kedudukan serta struktur organisasi dan uraian kerja ( job description ) yang mampu mengelola sistem polder / drainase di daerahnya dengan biaya sendiri ( independent ), serta hubungannya dengan Pemerintah Kota serta lembaga terkait lainnya.
• Usulan sistem pembiayaan pengelolaan polder mandiri ( self supporting ).
Sasaran jangka panjang, meliputi :
• Tersedianya infrastruktur Sistem Polder Kota Semarang yang memadai.
• Tersedianya Pelayanan Jasa Infrastruktur Sistem Polder Kota Semarang.
• Menjadikan Model Pengelolaan Sistem Polder Kota Semarang sebagai Laboratorium Percontohan untuk pengendalian banjir di kota-kota pantai lainnya di Indonesia
• Penyusunan bahan petunjuk teknis pengelolaan sistem polder daerah perkotaan, antara lain : Tata cara pembentukan organisasi pengelola sistem polder, Tata cara O&P sistem drainase perkotaan daerah polder dan Tata cara perencanaan sistem polder
Temuan dan hasil dari penelitian ini adalah :
• Permasalahan dan usulan penanggulangan banjir, baik secara teknis ataupun manajenen.
• Evaluasi sistem drainase dari 11 sub sistem menjadi 23 sub sistem.
• Pemilihan lokasi polder dari 3 lokasi menjadi 1 lokasi yaitu Sub sistem K.Banger.
• Tingkat kelayakan fungsi sistem drainase yang dievaluasi adalah terhadap faktor-faktor ketertutupan sistem drainase, komponen sistem drainase, inlet, outlet dan karakteristik sub daerah layanan.
• Model / pola dan sistem pendanaan O & P sistem drainase perkotaan daerah polder.
• Peta kondisi sosial dari pemangku kebijakan di daerah studi.
• Formulasi organisasi pengelola polder.
• Peta aspek legalitas untuk pembentukan organisasi pengelola polder.


Hubungan Eksternal Organisasi Pengelolaan Polder di KotaSemarang